Dibawah ini ada sebuah kisah nyata antara seorang kakak beradik yang sangat mengharukan untuk para pembaca sekalian.
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari
demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung
mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih
muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana
semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima
puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat
adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu
ditangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku
terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun
mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua
layak dipukul!”
Senin, 18 November 2013
Fakta dan Sejarah singkat HALLOWEEN
Halloween atau juga disebut All Hallow’s Eve dirayakan oleh sekian negara pada tanggal 31 Oktober setiap
tahunnya. Ada sekian fakta dan sejarah unik berkaitan dengan perayaan
yang identik dengan kata ‘Trick or Treat’, labu, dan nama Jack
O’Lanterns ini.
Pertama, dipekirakan bahwa budaya merayakan Halloween
berasal dari orang-orang Celtic, nenek moyang bangsa Eropa, terutama di
daerah Britania Raya. Halloween sering dihubungkan dengan festival
Samhain yang digunakan untuk memperingati perubahan, dari musim panen
menuju dinginnya musim dingin.
"SATU DARAH MALUKU"
Terkenal di daratan Eropa dengan membawa budaya Maluku
Bukan sekedar klub sepeda motor.
Banyak
orang yang tidak mengetahui apa itu Satudarah Maluku Motorcyle Club.
Mari kita mengenal lebih jauh apa itu Satudarah Maluku Motorcyle Club.
Mungkin banyak yang belum mengetahui bahwa ada geng motor besar di
Belanda yang masih memiliki darah Indonesia tepatnya berasal dari
Maluku. Geng motor tersebut bernama Satudarah Maluku. Mereka ternyata
mempunyai peranan di Belanda dan sangat di segani disana. Kali ini
Talkmen berkesempatan berbincang-bincang dengan "pentolan" Satudarah
Maluku yang ada di Jakarta.
Bisa ceritain awal terbentuknya Satudarah Maluku MC?
Satu darah Maluku didirikan oleh sembilan pendiri. Hal ini terlihat
dari sembilan bulu di gambar Alifuru. Pendiri awalnya tujuh orang Ambon
dan dua orang Belanda. Mereka berdiri tahun 1990 di Belanda. Tujuan
mendirikan satu darah mau menceritakan isi hati mereka mereka.
Memberontak lah ya.
Gereja Beth Eden di Ameth-Nusalaut adalah salah satu cagar budaya di Maluku
Gereja Beth Eden di desa Amteh, kecamatan Nusalaut Kabupaten Maluku
Tengah yang dibangun sejak tahun 1817 kini telah ditetapkan sebagai
salah satu cagar budaya Maluku.
Gereja ini telah diserahkan ke Museum sebab merupakan sebuah bangunan unik berbentuk segi delapan dan sudah berumur lebih dari 200 tahun.
"Saya berharap kalau Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Maluku telah mengambil alih gedung gereja tua masuk dalam cagar budaya daerah yang dilindungi maka kedepan perlu ada kebijakan alokasi dana baik dari APBD maupun APBN untuk biaya perawatan," kata Gubernur Maluku, Karel ALbert Ralahalu dalam acara renovasi atap Gereja Beth Eden di Desa Ameth, Minggu.
Dia mengungkap hal ini karena banyak bangunan-bangunan tua yang bersejarah ketika dijadikan cagar budaya dan dilindungi pemerintah namun anggaran perawatan atau renovasi tidak ada, akibatnya bangunan itu terkesan ditelantarkan.
Gereja Beth Eden yang memiliki daya tampung jemaat lebih dari seribu orang ini, menurut penelitian tim arkeolog terpadu dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku mulai dibangun tahun 1817 oleh seorang ahli bangunan bernama Josef Hole.
Gereja ini telah diserahkan ke Museum sebab merupakan sebuah bangunan unik berbentuk segi delapan dan sudah berumur lebih dari 200 tahun.
"Saya berharap kalau Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Maluku telah mengambil alih gedung gereja tua masuk dalam cagar budaya daerah yang dilindungi maka kedepan perlu ada kebijakan alokasi dana baik dari APBD maupun APBN untuk biaya perawatan," kata Gubernur Maluku, Karel ALbert Ralahalu dalam acara renovasi atap Gereja Beth Eden di Desa Ameth, Minggu.
Dia mengungkap hal ini karena banyak bangunan-bangunan tua yang bersejarah ketika dijadikan cagar budaya dan dilindungi pemerintah namun anggaran perawatan atau renovasi tidak ada, akibatnya bangunan itu terkesan ditelantarkan.
Gereja Beth Eden yang memiliki daya tampung jemaat lebih dari seribu orang ini, menurut penelitian tim arkeolog terpadu dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku mulai dibangun tahun 1817 oleh seorang ahli bangunan bernama Josef Hole.
Pela yang ada di Maluku
1.
Kampung Oma Pela Gandong dengan Ulath dan Buano
2.
Negeri Ema Huaressy Pela dengan Ameth dan Negeri Naku
3.
Negeri Naku Gandong dengan Larike
4.
Negeri Ema Huaressy Gandong dengan Batu Merah
5.
Batu Merah Pela dengan Passo
Singkat Sejarah Pela Ameth Samasuru Amalatu - Ema Huaresi Rehung
Peristiwa Waihutete
Menurut sumber yang menjelaskan peristiwa ini ditegaskan, bahwa peristiwa Waihutete ada hubungan dengan Perang Hongitochten di Huamual. Diduga keras bahwa peristiwa ini jadi sesudah kora-kora Ema kembali dari Huamual.
Menurut sumber dari Ema di jelaskan, bahwa rombongan Ema ke Huamual dipimpin oleh Kapitan Sahulata dan ternyata sesudah diadakan pertempuran di Huamual Kapitan Sahulata tidak kembali lagi ke kora-kora, sehingga pimpinan diserahkan kepada Kapitan Leimena dan malesi-malesi Palapessy dan Tupan yang menurut sumber dari Ema dan Ameth selanjutnya, bahwa yang berperan dalam peristiwa itu ialah Kapitan Leimena dan dibantu oleh malesi Tupan dari Ema.
Rangkaian peristiwa Waihutete ini dapat di lukiskan sebagai berikut:
Pada waktu kora-kora Ema kembali dari Huamual dibawah pimpinan Kapitan Leimena dan Jurumudi Maitimu disalah satu tempat didekat pulau Ambon mereka berlabuh, karena seluruh anak buah kora-kora sudah pada lelah.
Sesudah sauh perahu diturunkan akibat keletihan ini semua anak buah kora-kora tertidur. Ditengah suasana ini datanglah angin sakal. Sauh kora-kora laras dan kora-kora mereka terbangun, tidak lagi tampak pulau selain dari angin sakal dan hujan lebat yang membuat keadaan sekitar pada gelap.
Secara serentak mereka berusaha untuk mempertahankan kora-kora mereka dari pengaruh arus dan gelombang, namun karena situasi gelap haluan mereka tidak lagi punya sasaran. Semua orang berusaha untuk melihat daratan. Tiba-tiba tampak pada mereka gunung dan jurumudi mulai mengarahkan haluan ke gunung yang tinggi itu. Tiga gunung tersebut ialah gunung Lawakanoo, Eosisina dan Nusahuhu di Nusalaut.
Kora-kora makin merapat kedarat dan berlabuh dipelabuhan Waihutete. Kora-kora ini mendapat sambutan baik dari penduduk Ameth. Mereka di beri makan dan dilayani sepatutnya, hanya pada saat itu tidak ada air untuk mereka minum. Kapitan Leimena katakan bahwa kami, Huaresi Rehung dapat memberi air bagi saudara-saudara Ameth, dan diangkatnya tombaknya dan dibuangkannya pada batukarang pada tepi pantai Ameth yang dinamakan Waihutete dan segera air muncul.
Air tersebut adalah air tawar yang ada sampai saat ini. Disamping air tersebut ketika mereka makan mangga (kemungkinan mangga yang mereka bawa dari Huamual), ada satu biji mangga yang mereka tanam dan kemudian hari mangga tersebut tumbul, besar dan berbuah dan baru rusak dan dibakar orang Serua pada tahun 1960 dan yang dapat diambil sebagai fakta hanya akarnya.
Sampai saat ini baik oleh generasi tua maupun generasi muda di Ameth semuanya mengetahui betul, bahwa air dan mangga itu adalah pemberian Ema sebagai tanda persaudaraan.
Menurut sumber yang menjelaskan peristiwa ini ditegaskan, bahwa peristiwa Waihutete ada hubungan dengan Perang Hongitochten di Huamual. Diduga keras bahwa peristiwa ini jadi sesudah kora-kora Ema kembali dari Huamual.
Menurut sumber dari Ema di jelaskan, bahwa rombongan Ema ke Huamual dipimpin oleh Kapitan Sahulata dan ternyata sesudah diadakan pertempuran di Huamual Kapitan Sahulata tidak kembali lagi ke kora-kora, sehingga pimpinan diserahkan kepada Kapitan Leimena dan malesi-malesi Palapessy dan Tupan yang menurut sumber dari Ema dan Ameth selanjutnya, bahwa yang berperan dalam peristiwa itu ialah Kapitan Leimena dan dibantu oleh malesi Tupan dari Ema.
Rangkaian peristiwa Waihutete ini dapat di lukiskan sebagai berikut:
Pada waktu kora-kora Ema kembali dari Huamual dibawah pimpinan Kapitan Leimena dan Jurumudi Maitimu disalah satu tempat didekat pulau Ambon mereka berlabuh, karena seluruh anak buah kora-kora sudah pada lelah.
Sesudah sauh perahu diturunkan akibat keletihan ini semua anak buah kora-kora tertidur. Ditengah suasana ini datanglah angin sakal. Sauh kora-kora laras dan kora-kora mereka terbangun, tidak lagi tampak pulau selain dari angin sakal dan hujan lebat yang membuat keadaan sekitar pada gelap.
Secara serentak mereka berusaha untuk mempertahankan kora-kora mereka dari pengaruh arus dan gelombang, namun karena situasi gelap haluan mereka tidak lagi punya sasaran. Semua orang berusaha untuk melihat daratan. Tiba-tiba tampak pada mereka gunung dan jurumudi mulai mengarahkan haluan ke gunung yang tinggi itu. Tiga gunung tersebut ialah gunung Lawakanoo, Eosisina dan Nusahuhu di Nusalaut.
Kora-kora makin merapat kedarat dan berlabuh dipelabuhan Waihutete. Kora-kora ini mendapat sambutan baik dari penduduk Ameth. Mereka di beri makan dan dilayani sepatutnya, hanya pada saat itu tidak ada air untuk mereka minum. Kapitan Leimena katakan bahwa kami, Huaresi Rehung dapat memberi air bagi saudara-saudara Ameth, dan diangkatnya tombaknya dan dibuangkannya pada batukarang pada tepi pantai Ameth yang dinamakan Waihutete dan segera air muncul.
Air tersebut adalah air tawar yang ada sampai saat ini. Disamping air tersebut ketika mereka makan mangga (kemungkinan mangga yang mereka bawa dari Huamual), ada satu biji mangga yang mereka tanam dan kemudian hari mangga tersebut tumbul, besar dan berbuah dan baru rusak dan dibakar orang Serua pada tahun 1960 dan yang dapat diambil sebagai fakta hanya akarnya.
Sampai saat ini baik oleh generasi tua maupun generasi muda di Ameth semuanya mengetahui betul, bahwa air dan mangga itu adalah pemberian Ema sebagai tanda persaudaraan.
Langganan:
Postingan (Atom)